Kamis, 24 April 2014

Aroma Italia Di Empat Besar Liga Champions

Pagelaran Liga Champions musim 2013/14 makin memasuki fase yang krusial. Spanyol yang diwakilkan duo tim ibu kota, yakni Real Madrid dan Atletico Madrid, beradu kuat dengan sang juara bertahan asal Jerman, Bayern Munich, serta Chelsea sebagai representasi Inggris. Keempatnya akan berperang hebat demi satu tiket menuju partai puncak di Estádio da Luz, Lisbon, Portugal.

Empat tim di atas sekaligus menggambarkan peta terkini sepakbola Eropa. Liga BBVA Spanyol, Liga Primer Inggris, dan Bundesliga Jerman saat ini memang jadi pemuncak tertinggi klasemen koefisien liga-liga di Eropa. Namun bukan berarti kita hanya akan disajikan keindahan tiki-taka ala Spanyol, kick 'n' rush milik Inggris, atau staying power khas Jerman. Aroma lain dihadirkan dari negara yang masih jadi salah satu kiblat sepakbola dunia, yakni Italia.

Dalam tiga musim terakhir Liga Italia Serie A selalu saja gagal menampakkan tajinya di pentas LC. Setelah FC Internazionale juara di musim 2009/10, tak pernah ada satupun klub dari Italia yang sanggup mengulanginya bahkan hanya untuk lolos ke babak semi-final. Ironis memang, jika kita meniliki Serie A sebagai liga penghasil torfi LC terbanyak kedua di bawah Spanyol. Atau jika kita melempar waktu ke belakang hingga satu atau dua dekade lalu untuk melihat kiprah brilian tim-tim Negeri Pizza di Eropa.

Tapi jika kita korek lebih dalam, pengaruh Calcio tidak sama sekali hilang di fase semi-final ini. Ya, keempat pelatih klub yang terlibat di babak empat besar ternyata memiliki hubungan kuat dengan akar sepakbola Italia. Carlo Ancelotti (Madrid), Jose Mourinho (Chlesea), Diego Simeone (Atletico Madrid), serta Josep "Pep" Guardiola (Bayern Munich), kesemuanya pernah menuntut ilmu di kasta tertinggi sepakbola Italia, baik sebagai pelatih maupun pemain.

Dalam sepakbola, Italia memang dikenal sangat taktikal sehingga disebut sebagai surganya para pelatih. Berbagai macam ramuan ajaib yang kadang di luar nalar diciptakan untuk membawa sebuah tim meraih kemenangan di setiap pertandingan. Catenaccio jadi skema paling terkenal di sana, sepakbola bertahan dengan permainan pragmatis yang dibumbui intrik di dalamnya. Tak percaya? Tengok saja hasil di leg pertama semi-final LC, yang baru selesai Kamis (24/4) dini hari tadi. Benar, hanya satu gol yang tercipta dari dua pertandingan yang digelar!

Duel Atletico Madrid melawan Chelsea di Vicente Calderon mengingatkan kita pada partai monoton Juventus kontra AC Milan pada final LC 2002/03, yang berakhir imbang tanpa gol. Sementara Real Madrid menampilkan karakter sejati khas catenaccio untuk menang tipis 1-0 dari dominasi Bayern Munich. Melihat hasil tersebut, keempat pelatih benar-benar mengadaptasi ilmu yang mereka dapat selama berkiprah di Italia.

0 komentar:

Posting Komentar